‘Videografer’, istilah ini lumayan sering luput dari benak-benak penikmat musik. Kita suka lupa siapa pahlawan yang berjasa membuat video-video musik keren yang suka kita lihat gratisan di YouTube. Baik video klip maupun video live musik.
Videografer adalah orang yang terlibat dalam kegiatan produksi video. Mereka adalah orang-orang belakang layar yang gampang terlupakan. Padahal, videografer adalah manusia yang berjasa menciptakan hasil editing mempesona di video klip Up&Up-nya Coldplay, mengeksekusi setting teatrikal video klip Payphone-nya Maroon 5, dan menjadikan wajah Raisa & Isyana bisa seindah surga-Nya di video klip kolaborasi mereka, Anganku Anganmu.
Menjadi videografer tidaklah gampang. Penguasaan dasar-dasar teknik pengambilan gambar, kemahiran mengolah software, dan insting yang kuat jadi syarat mutlak. Apalagi menyangkut soal musik, videografer yang kurang lihai membuat video musik dapat mengurangi sensasi kenikmatan mengkonsumsi video musik yang disaksikan.
Videografer pentolan KITA Anak Negeri, Ahmad Ihwani, sempat mengungkapkan uneg-unegnya soal ini. Dia tak setuju kalau profesi sebagai videografer banyak disepelekan orang-orang. Buat dia, videografer itu memiliki faktor kunci buat mempengaruhi impresi masyarakat terhadap seorang artis. “Videonya keren, artisnya ikutan keren,” katanya dia sih gitu.
Pria lajang pecicilan yang biasa disapa ‘Wani’ ini juga mengaku bahwa menjadi seorang videografer menuntut passion dan komitmen yang tidak main-main. Pekerjaan ini juga melibatkan sistem kejar-kejaran dengan deadline yang siap membuat orang-orang tak kuat iman gantung diri. Padahal, seorang videografer suka mengalami pergonta-gantian mood yang signifikan pula. Makanya, kata Wani tantangan terberat menjadi videografer adalah “ngatasin mood. Kalo moodnya gak dapet, gak kelar tuh video,” ujarnya.
Wani pun kadang sebal dengan video-video musik yang pengambilan gambarnya kurang mengenakkan. Seperti misalnya di video live konser, saat si gitaris lagi memainkan solo, yang ditampilkan malah wajah si vokalis yang lagi mati gaya menunggu solo tersebut selesai. Waktu ditanya apa sebab terjadinya kesalahan-kesalahan model begini, Wani bilang karena “kebanyakan liat TV Indonesia, bukan TV luar,” katanya, ngelawak. “Kalo enggak ya karena passion-nya bukan di musik video,” lanjutnya.
Menurut Wani, videografer adalah pekerjaan yang menuntut insting. Kemampuan teknis sebenarnya nomor dua, bisa dilatih, yang penting instingnya tajam dulu. “Ruangan nih gelap, lu insting tuh biar kamera lu aman,” jelasnya mencontohkan.
Ia sendiri memiliki tiga buah poin penting yang selalu dirinya perhatikan tiap memproduksi sebuah video. “(pertama), detail apa yang lo ambil? (kedua), posisi harus proporsional, (ketiga), jangan shaking (goyang dalam pengambilang gambar -pen.).”
Biar seperti motivator-motivator di televisi, Wani pun berbagi kiat-kiat supaya bisa menjadi videografer yang sukses. Setidaknya, sesukses dirinya. “Pertama banyak-banyakin makan coklat biar mood (ini serius -pen.), kedua harus sabar-sabar, terus yang ketiga banyak-banyakin referensi dari videografer-videografer ternama,” terangnya.
Maka dari itu, sebagai penikmat musik yang bijak, kita sedikit-banyak juga harus berterima kasih kepada para videografer. Coba saja bayangkan kalau tidak ada videografer di dunia ini. Memangnya kamu yakin bisa tahan mendengarkan Heavy Rotation tanpa menyaksikan koreografi maut dari 48 gadis bertampang menggemaskan di JKT 48? Mana tahan kan? Maka dari itu: terima kasih videografer sedunia!