Penyandang tunanetra cenderung dilihat sebelah mata. Saluran belajar dan berkarya bagi mereka sangat minim. Pola pendidikan yang tersedia di lembaga-lembaga primer seperti sekolah dan universitas masih kurang memperhitungkan potensi yang dimiliki penyandang tunanetra.
Melihat realita ini, sekelompok anak muda asal ibu kota merasa terpanggil untuk memberikan kontribusi bagi penyandang tunanetra di Jakarta, khususnya anak-anak. Mereka kemudian mendirikan Komunitas Sa’ae. Yakni sebuah komunitas yang menaungi anak-anak penyandang tunanetra untuk diberi ruang belajar dan berkarya yang ramah dan bersifat inklusif. “Output yang kita harapkan itu anak-anak tunanetra bisa belajar seperti semua orang,” terang Adam selaku co-founder Komunitas Sa’ae saat diwawancarai via telepon pada Senin (20/3) malam.
Komunitas Sa’ae dibentuk pada Oktober 2016. Komunitas ini menjalankan kegiatan berupa kelas-kelas belajar seperti kelas seni keramik, seni lukis, seni musik, dan bidang-bidang lainnya. Kegiatan-kegiatan ini diadakan melalui kolaborasi dengan lembaga lain yang bergerak pada bidang yang dipelajari. “Kita tuh mau membuktikan bahwa anak-anak tunanetra juga bisa ngebuat lukisan yang keren banget, ngebuat musik yang bahkan lebih bagus dari yang kita (orang-orang biasa) bikin,” ujarnya.
Dengan diadakannya kegiatan-kegiatan seperti ini, Komunitas Sa’ae berharap anak-anak tunanetra dapat memiliki sarana aktualisasi diri sebanyak yang dimiliki orang-orang biasa, menembus keterbatasan mereka. Sampai saat ini, komunitas ini telah menaungi 13 orang anak penyandang tunanetra yang berasal dari Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Cahaya Bathin Jakarta.
Menariknya, nama Sa’ae sendiri berasal dari slang ‘bisa ae’ yang sering diucapkan anak-anak muda kekinian. Nama ini adalah cerminan harapan dari keberadaan Komunitas Sa’ae yang menekankan bahwa anak-anak tunanetra pun bisa ae menghasilkan karya yang keren. “Sa’ae itu bukan singkatan, tapi dari kata ‘bisa ae’,” pungkasnya.
Baca Juga
KITA mau meng-update nih tentang kehidupan baru sebuah Waltz yang baru ditemukan oleh Frédéric Chopin, yang baru-baru ini ditemukan dari brankas di Perpustakaan dan Museum Morgan (Morgan Library and Museum)
Yessss, setelah Depok petjahhh oleh Kompetisi Piano Nusantara Plus Oktober lalu, dengan jumlah peserta yang tidak tanggung-tanggung, 65 peserta (baca : https://kitaanaknegeri.com/depok-petjaahhhh/ ), bulan ini kak Ananda Sukarlan akan kembali
sebuah obituari oleh Ananda Sukarlan. Jujur saja, saya tidak begitu mengenal sosok Tatan Daniel. Tapi saya ingin menulis obituari ini karena saya pengagum karya-karya dan juga kepribadiannya sebagai seorang seniman
Hai hai, bagaimana kabarnya para peserta Kompetisi Piano Nusantara Plus? Ternyata banyak yang masih penasaran nih, terutama yang di Depok, Bekasi dan sekitar sini yang belum meraih kejuaraan. Eh, ternyata
Yesss! Depok sukses menyelenggarakan kompetisi musik klasiknya yang pertama dalam sejarah. Sejarah itu telah tertorehkan hari Minggu, 6 Oktober 2024 di Auditorium Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, bersama