Satu bulan lalu, di suatu siang, saya duduk di bawah pohon sawo bersama seorang sahabat. Ia berbagi cerita tentang perjuangannya untuk keluarga. Sebagai seorang anak laki-laki yang diandalkan, ia berjuang ekstra keras melunasi hutang orang tuanya. Setiap hari jam 5 pagi berangkat naik sepeda motor bekerja di salah satu perusahaan percetakan ibukota. Malam hari ngamen di kafe. Jam 11 malam baru sampai di depan gerbang pintu kos. Akhir pekan mencari pemasukan tambahan, seperti menulis aransemen musik atau mengajar piano privat. Ia lelah. Tidak punya waktu untuk istirahat.
Saya mendengarkan baik-baik. Saya tahu tidak mudah bagi sahabat saya ini untuk bersikap terbuka. Diskusi di siang yang cukup terik itu memang tidak bisa melunasi hutang kedua orang tuanya. Namun, saya yakin pelampiasan emosi yang ia lakukan lewat bercerita bisa membuatnya lebih plong.
Sobat KlasiKITA, pelampiasan emosi dengan cara positif sangat kita perlukan agar emosi negatif tidak menumpuk. Kita mengenal istilah katarsis, yang berarti pemurnian atau pembersihan diri dari perasaan negatif atau luka batin. Stres adalah tanda bahwa terdapat konflik yang harus segera diselesaikan atau perasaan yang ditekan dan butuh pelampiasan. Hal itu berpotensi mempengaruhi kesehatan fisik dan mental seseorang. Itulah sebabnya sangat penting untuk mengidentifikasi perasaan dan meluapkan dengan cara positif.
Ada banyak cara untuk melakukan katarsis. Kita bisa bercerita dengan orang lain, olahraga, menulis, atau melakukan aktivitas seni. Salah satu orang tua alumni KITA Anak Negeri, Anis Ardianti (@anisard) bilang, bermain musik membuat Bima, putranya, punya media positif untuk melepas penat dari tekanan tugas kuliah yang tidak habis-habis. Selain itu, Bima juga terlibat dalam Liga Film Mahasiswa. “Bima sering mendapat kepercayaan membuat musik atau scoring project film ataupun video musik,” ujar Anis.
Instruktur saxophone KITA Anak Negeri, Romansa Kristianda (@romansa_kristianda) berbagi kisah menarik tentang katarsis lewat pertunjukan musik. Kak Romansa pernah tampil dalam satu acara membawakan Bunda karya Melly Goeslaw. Saat itu Kak Romansa sedang merasa sangat tidak nyaman. Tekanan tidak wajar dari lingkungan membuatnya jengah. Namun, Kak Romansa kesulitan untuk mengungkapkan perasaan lewat kata-kata.
Dalam acara itu, Ibunda Kak Romansa juga turut hadir. Kak Romansa curhat tentang semua kegelisahan sekaligus rasa syukur dan cinta pada Ibunda lewat satu penampilan berdurasi kurang dari lima menit itu. Ia lega bisa berkeluh kesah lewat musik. Lebih lagi karena ia bisa membawa semua penonton ikut menyanyikan bagian refren. Kak Romansa sempat turun dari panggung, bersujud di depan Ibunda dan mencium keningnya. “Terima kasih, Mama. Aku bisa ada di sini dan berkarya, itu semua berkat Mama,” kata Kak Romansa.