Amigos, kembali kita disini dengan topic-topik soal dunia musik. Dan sekarang kita akan membahas soal musik klasik, siapa yang ga tau sih musik klasik itu? Mozart, Bach, Chopin dan Tschaikovsky sudah tidak asing kan di telinga kalian? Mereka merupakan para komposer besar asal Eropa yang menjadikan musik klasik sebuah pondasi pendidikan musik. Musik klasik merupakan musik yang ribet, ada temanya, dan teratur. Sifat musik klasik tidak repetitif seperti musik pop pada umumnya, jadi lebih sering mengulang beberapa part dalam lagu tersebut.
Mitos terbesar pada abad ini adalah dengan keribetan dan juga keindahan musik klasik itu dapat mencerdaskan otak manusia. Jadinya, karena mitos yang kaya begini itu ngga sedikit ibu-ibu hamil yang berbondong-bondong memakaikan headphone ke perutnya dengan diputarkannya lagu klasik, dengan harapan yang sangat besar “biar anak saya jadi pinter kalo dengerin lagu klasik”. Ya memang ga salah kalo si ibu punya keinginan dan harapan besar untuk anaknya, ya namanya ibu pasti pengen banget yang terbaik buat anaknya lah. Tp coba dilihat lagi bagaimana musik klasik berfungsi untuk kinerja otak.
Dan pada kenyataannya bahwa musik klasik itu bisa mencerdaskan otak hanyalah mitos belaka. Tidak bisa kecerdasan didapatkan secara instan hanya dengan mendengarkan musik klasik. Yang merupakan sebuah fakta adalah, menurut Ananda Sukarlan (Head Division Piano Klasik KITA Anak Negeri) bahwa memainkan instrument itu justru dapat menaikkan intelejensi seseorang, karena untuk memainkan instrument dibutuhkan membaca partitur, dan untuk fasih membacanya dibutuhkan proses yang lama, maka dari itu dengan memainkan instrument dapat menaikkan tingkat intelejensi.
Tetapi, kami juga akan memberikan satu fakta lagi tentang musik klasik. Jika musik klasik didengarkan oleh bayi yang masih dalam kandungan, otomatis sistem kerja otak akan menstimulasikan itu. Jadi musik klasik bikin otak si bayi berkembang karena proses stimulasi itu. Tapi harus diingat yaa bahwa hal itu bukan untuk mempercerdas atau membuat si anak untuk jadi jenius, tetapi lebih kepada perkembangan otak anak secara fisik.