(foto: Shantined (kiri) bersama Emi Suy (kanan, bertopi)
Konser hari Minggu, 3 Maret 2024 di Gedung Yamaha yang menampilkan para pemenang Ananda Sukarlan Award 2023 serta pianis muda lain antara lain Yonggi Fayden Cordias Purba, siswa piano KITA Anak Negeri yang baru saja meraih Juara ke-3 di Hong Kong International Youth Performance Arts Februari lalu, dipenuhi oleh 100an pecinta musik. Ternyata di antaranya ada dua penyair terkemuka Indonesia. Salah satunya adalah Shantined yang datang bersama putrinya, Sekar Wangi Indonesia yang akrab dipanggil Nesia. Satu lagi juga penyair Emi Suy, salah seorang pendiri dan pengurus Komunitas Jagat Sastra Milenia yang sedang bekerjasama dengan kak Ananda Sukarlan menulis teks (libretto) dari opera “I’m not for Sale”, tentang perjuangan Auw Tjoei Lan, tokoh di awal abad 20 di Batavia dalam menyelamatkan ratusan korban perdagangan manusia. Penyair kelahiran Magetan ini menulis esai yang sangat dalam dan tajam mengenai konser ini serta situasi musik klasik Indonesia di media yang terbit Selasa kemarin. Bisa dibaca di https://tatkala.co/2024/03/05/catatan-sekilas-tentang-musik-klasik-mereka-yang-terbaik-di-piano-klasik-serta-pentingnya-pendidikan-musik/
Sedangkan Shantined terpesona terutama dengan karya terakhir di konser tersebut yang diciptakan dan dimainkan oleh kak Ananda, untuk satu tangan saja, yaitu tangan kiri.
Aktivitas Shantined yang berhubungan dengan dunia kepenulisan adalah menjadi pemateri dan pembicara dalam berbagai acara sastra. Beberapa acara yang pernah mengundangnya sebagai pembicara adalah Workshop Kepenulisan dan Jurnalistik yang diadakan di Samarinda pada tahun 2007 oleh Borneo’s Women Community, Dialog Sastrawan Kalimantan yang diselenggarakan oleh Kantor Bahasa Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2006, dan beberapa acara bedah buku yang dilaksanakan di Perpustakaan Daerah Provinsi Kalimantan Timur serta RRI Samarinda. Selain menjadi pemateri dan pembicara dalam berbagai acara sastra, Shantined juga aktif hadir dalam berbagai acara sastra. Beberapa kegiatan sastra yang pernah diikuti olehnya adalah membaca puisi di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta pada Malam Cakrawala Sastra Indonesia tahun 2005, membaca cerpen dalam acara Kongres Cerpen Indonesia tahun 2005 di Pekanbaru, dan ikut serta dalam Pesta Penyair Indonesia 2007 Sempena The 1st Medan International Poetry Gathering.
Ia menulis puisi sejak duduk di bangku sekolah dasar. Karya-karyanya yang berupa puisi telah dibukukan dalam beberapa antologi, seperti Antologi Puisi Perempuan Penyair Indonesia 2005 (Risalah Badai & Komunitas Sastra Indonesia), Negeri Terluka; Antologi Puisi Perempuan Penyair Indonesia (Risalah Badai, 2005), Dian Sastro For President; The End Of Trilogy (Akademi Kebudayaan Yogyakarta, 2005), Perkawinan Batu; Antologi Puisi Suara Kalimantan (Dewan Kesenian Jakarta, 2005), Selendang Pelangi; Antologi Puisi 17 Penyair Perempuan Indonesia (Indonesia Tera, 2006, dengan editor Tuty Heraty), 142 Penyair Menuju Bulan; Antologi Puisi Penyair Nusantara (Kelompok Studi Sastra Banjarbaru, Kalimatan Selatan, 2006), Medan Puisi (Laboratorium Sastra Medan, 2007), dan Menatap Masa; Antologi Puisi Penyair Balikpapan 2007 (Dewan Kesenian Balikpapan, 2007). Dalam buku antologi Menatap Masa tersebut ia juga berperan sebagai editor.
Shantined terinspirasi oleh karya piano untuk tangan kiri ini, dan terciptalah sebuah puisi baru! Ini kami kutip dari status Facebook-nya hari berikutnya:
Ananda Sukarlan dan pianonya
Siang itu , Minggu 3 Maret 2024 mata Nesia berbinar-binar. Ajakanku untuk hadir di #anandasukarlanaward di Yamaha Indonesia Jakarta segera disambut gembira.
Konser Piano Nusantara yang hari itu menampilkan para pemenang Ananda Sukarlan Award 2023. Ada sepuluh orang anak berusia dibawah 15 yang masing-masing membawakan lagu hasil aransemen sang maestro Ananda Sukarlan. Apik dan menggetarkan. Bahkan ada salah satu anak yang berhasil memenangkan perlombaan di Hongkong. Permainan dan performa mereka sudah bak bintang. Acara yang dibuka oleh ketukan jari sang tuan rumah, membuat suasana terasa fantastis. Seperti di negeri lain. Sayapun teringat masa kecil di Jogja, sering diajak ayah saya hadir di acara-acara begini. Kulirik sekilas Nesia, matanya tak berkedip. Ia sangat antusias menikmati clasical piano yang luar biasa.
Satu lagu penghabisan yang dimainkan hanya dengan satu tangan Ananda Sukarlan berjudul
Satu Tangan, Sepenuh Jiwa, Untuk Indonesia (inpired by Untuk Indonesia yang dinyanyikan oleh Once Mekel & Yenny Wahid) sangat memesona. Aku ingin mengabadikan dalam sebait puisi. Ini dia, smoga mas Ananda berkenan.
SEPENUH INI, INDONESIA
jiwaku, teduhan kalbu
runcing jari
kabarkan sepenuh jiwa
ada untukmu,Indonesia
tumpah di hitamputih lagu
tanpa bisa kuhentikan laju
meski tangan hanya satu
bahkan di tiris sore
awan mengiring nada
terbang ke langit
menghantar denting doa
“ Aku ingin matahari bersinar juga, di tanah retak Indonesia”
sepenuh ini alun irama
meliuk di lenting harapan
untuk Indonesia
sebelah tangan, lima jemari menari
semua boleh sempurna
tanpa “tetapi”
`shantined, Jkt – Depok 03-03-24