Out of the night that covers me,
Black as the pit from pole to pole,
I thank whatever gods may be
For my unconquerable soul.
Invictus adalah puisi yang ditulis oleh William Ernest Henley tahun 1875 tapi baru diterbitkan 13 tahun kemudian. Puisi ini mengekspresikan ketabahan, keberanian, dan penolakan untuk menerima kekalahan saat sang penyair menjalani ujian yang berat di rumah sakit. Sang penyair mengidap tuberkulosis tulang di masa mudanya, dan salah satu kakinya diamputasi di usia dua puluhan dan suatu saat dikhawatirkan dia harus kehilangan kakinya yang lain. Ditulis pada tahun 1875, ini puisi yang selalu diingat oleh Nelson Mandela saat masa-masa sulitnya di penjara untuk memotivasi diri sehingga pantang menyerah.
Sobat KlasiKITA, apa yang paling kita dambakan di ulang tahun RI ke-78 ini? Seperti Invictus, ketabahan dan semangat pantang menyerah. Juga toleransi dan kemakmuran. Kita semua memimpikannya, bukan? Itulah pesan yang kita dapat di konser minggu lalu 12 Agustus. KITA menyaksikan paduan suara Catholic Fellowship Jakarta (CFJ) mempergelarkan konser amal “Carry The Light” di gedung Ciputra Artpreneur yang megah. Konser ini punya misi kemanusiaan, yaitu menggalang dana untuk memberikan akses pendidikan inklusif kepada anak-anak terpinggirkan di Jakarta, Purwodadi, Maumere, Sumba, dan Kalimantan.
Ada pesan yang tersampaikan begitu indah yang patut semua Sobat KlasiKITA simak. Sama sekali ga nyesel deh jauh-jauh KITA berangkat dari Depok untuk nonton! Kepala Divisi Piano Klasik KITA Anak Negeri Kak Ananda Sukarlan diundang jadi bintang tamu di konser ini meskipun menganut agama yang berbeda dengan penghelat acara. Senang sekali mendengar Kak Ananda (dan pasti banyak juga personil yang terlibat di konser ini yang berbeda agama) benar-benar chemistry-nya dapet untuk mempersembahkan pagelaran yang membawa pesan “Invictus” (dari bahasa Latin yang berarti “tidak terkalahkan”), keberagaman dan kebersatuan ini. Merinding pokoknya! Seluruh performer membawakan dengan totalitas luar biasa. Apalagi Kak Ananda tetap tampil dengan sepatunya yang beda warna (kali ini hitam dan putih) yang selalu menyiratkan indahnya perbedaan dan human diversity.
In the fell clutch of circumstance
I have not winced nor cried aloud.
Under the bludgeonings of chance
My head is bloody, but unbowed.
Konser ini menampilkan berbagai lagu tradisional dari berbagai provinsi serta musik Broadway dan Pop. Para penampil bukan hanya dari CFJ tapi juga anak-anak dari Panti Asuhan Griya Asih dan Rumah Hati Suci. Kak Ananda menampilkan pertunjukan perdana dari karya barunya, “Invictus” dan Rapsodia Nusantara No. 39. Selain itu, beliau juga menampilkan karyanya untuk cello dan piano bersama cellist pengidap autisme Zephania Gurning. Pianis Winny Gracia dari CFJ juga memainkan Rapsodia Nusantara No. 3.
Apakah nada puisi tersebut melodramatis atau deklamatoris yang inspiratif? Kak Ananda Sukarlan telah menciptakan interpretasi musikal yang dalam, bukan sekedar “musikalisasi”. Ia mendefinisikan karakter dari tiap bait puisi tersebut, dan ini penting untuk lebih memahami makna puisi secara mendalam. Untuk menyanyikannya, sekedar teknik vokal tidaklah cukup. Soprano Ratnaganadi Paramita, yang keren banget, memiliki tingkat intelektualitas dan musikalitas tinggi untuk membawakan karya yang secara teknik vokal cukup menantang ini. Dalam skala yang lebih besar, ini penting bagi Indonesia untuk menunjukkan keterlibatan dalam literasi internasional, karena ‘Invictus’ adalah salah satu tonggak sejarah dunia literasi, bahkan pernah dibikin film dibintangi Morgan Freeman dan Matt Damon! Nah, yang tidak bisa nonton konser karena memang 1.200 tiket terjual habis, tonton aja di sini ya!
Beyond this place of wrath and tears
Looms but the Horror of the shade,
And yet the menace of the years
Finds and shall find me unafraid.
Yang juga ditampilkan adalah 2 nomor piano solo Rapsodia Nusantara yang sangat virtuosik. Setiap nomor didasari oleh musik rakyat dari satu provinsi di Indonesia. Rapsodia Nusantara yang kini berjumlah 39 telah dimainkan oleh ratusan pianis di seluruh dunia. Banyak sekali tesis dan disertasi yang telah diterbitkan secara online oleh para mahasiswa S1, S2 dan S3 dari berbagai universitas di seluruh dunia tentang Rapsodia Nusantara. Oya, di blog ini minggu depan kita bakal ngobrol seru dengan salah satu Doktor Musik dari universitas keren di Amerika Serikat yang menulis thesis tentang Rapsodia Nusantara, ditunggu ya!
Di konser ini, Rapsodia Nusantara No. 3 yang mengambil tema dari lagu-lagu Maluku Rasa Sayange dan Sarinande dan dikembangkan dengan canggih, ditampilkan dengan baik sekali oleh Winny Gracia. Kak Ananda sendiri memainkan untuk pertama kalinya Rapsodia Nusantara No. 39. Istimewanya, No. 39 ini memang didesain untuk dimainkan dengan tangan kiri saja. Tujuannya untuk memberi material konser kepada pianis disabilitas yang hanya berfungsi tangan kirinya saja. Cukup mencengangkan bahwa musik yang begitu virtuosik dimainkan dengan 5 jari di satu tangan saja!
Rapsodia Nusantara No. 39 adalah kontribusi yang signifikan untuk dunia disabilitas dan keterlibatannya di dunia musik dan seni pada umumnya. Itu cerminan dari “Invictus” dan bentuk penghargaan kepada kaum disabilitas yang selalu dianggap ‘berbeda’. CFJ dengan konser “Carry the Light” telah memfasilitasi hal ini yang menjadi tonggak sejarah dalam andil Indonesia di dunia seni musik. Sebuah konser yang kharismatik, menginspirasi dan secara nyata berguna untuk membuka mata dan mencerdaskan tanpa menggurui.
Konser ini juga dilengkapi dengan Tari Saman (Aceh) oleh anak-anak Griya Asih serta penampilan Veronica Windy (Puteri Indonesia Berbakat 2023). Acungan jempol juga patut ditujukan kepada tata artistik, kekompakan dan keharmonisan paduan suara, koreografer William Kusuma, dan arranger Cosmas Atmadja, serta solois lain Angelia Darma, Monica Halim, Bernadus Wijaya, dan Ghania Harsono.
Semua nomor di konser ini dipimpin oleh dirigen Fransiska Darmawan yang mampu menyatukan semua perbedaan genre musik, latar belakang para performer dan perbedaan lainnya menjadi kesatuan yang indah, utuh dan menyentuh hati. Konser yang sulit untuk dilupakan!
It matters not how strait the gate,
How charged with punishments the scroll,
I am the master of my fate,
I am the captain of my soul.