Sobat KlasiKITA, pemerintah berencana mengelola ekosistem seni budaya dalam pembangunan Ibu Kota Nusantara di Kalimantan Timur. Salah satu yang hendak dibangun tentu adalah infrastruktur bangunan konser yang mumpuni. Hidupnya ekosistem seni budaya bisa memberikan jiwa atau roh di Ibu Kota Nusantara untuk mewujudkan kota yang berkelanjutan. Kota yang tidak berbudaya sudah pasti tidak memiliki jiwa dan akan ditinggal oleh penduduknya.
Kepala Divisi Piano Klasik KITA Anak Negeri, Ananda Sukarlan menjadi salah satu narasumber dalam diskusi terbuka berjudul Membangun Ekosistem Seni dan Budaya di Ibu Kota Nusantara. Diskusi seru disampaikan oleh para narasumber lain yaitu artis Zee Zee Shahab, sutradara Riri Reza, produser pertunjukan Nuya Susantono, koreografer Hartati, aktris Maudy Koesnaedi dan “The Singing Lawyer” pengacara yang punya spesialisasi di bidang hukum industri musik dan suka bernyanyi Kadri Mohamad. Dalam diskusi Kamis 3 Agustus siang itu, berbagai pertanyaan dan curhatan juga disampaikan para pendengar yang memenuhi ruangan Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, antara lain dari Bob Wardhana dari Erasmus Huis (Pusat Kebudayaan Belanda).
Kepala Otorita IKN Bambang Susantono bilang,”Pengembangan IKN adalah perpaduan manusia, alam, dan budaya.” Kak Ananda sendiri, sebagai komponis dan pianis klasik, memegang peranan penting dalam memperkaya dunia musik klasik Indonesia, salah satunya lewat karya Rapsodia Nusantara dan kompetisi Ananda Sukarlan Award.
Sobat KlasiKITA, ini menjadi sinyal kuat bahwa ke depan, fokus pembangunan manusia dan seni budaya akan memegang peranan sangat penting. Teknologi, ekonomi, dan infrastruktur sangat penting, namun mengelola manusia juga tidak kalah penting. Apalah arti teknologi canggih, sistem ekonomi mumpuni, dan infrastruktur megah tanpa manusia yang sehat dan kreatif?
Kita bisa meningkatkan penghargaan pada ilmu seni budaya, psikologi, dan ragam ilmu sosial lainnya yang saat ini, seperti Sobat KlasiKITA juga ketahui, seringkali dipandang sebelah mata. Contoh riil terjadi saat siswa sekolah hendak menjalani ujian dan harus menyiapkan diri sebaik mungkin hingga terpaksa cuti studi musiknya. Tidak jarang juga saya dengar (dan pernah mengalami sendiri) jam pelajaran musik atau olahraga di sekolah ditiadakan demi menambah jam belajar mata ajar tertentu. Semoga kondisi demikian tidak terjadi lagi ya sekarang ini!
Tentu ini menjadi tantangan bagi para pengajar ilmu seni budaya untuk terus menerus meningkatkan kualitas diri. Satu kunci yang pernah Kak Ananda sampaikan adalah 3K, yaitu Kreativitas, Kolaborasi, dan Komunikasi. Tiga poin itu menjadi catatan penting para instruktur musik di Sekolah Musik KITA Anak Negeri. Oh ya, Sobat KlasiKITA, pada Rabu 2 Agustus yang lalu, semua Kepala Divisi KITA Anak Negeri berkumpul di mini auditorium lantai tiga Gedung KITA Anak Negeri untuk membahas kolaborasi yang akan kita garap bersama. Tentu Sobat KlasiKITA penasaran, kolaborasi macam apa sampai harus mengumpulkan semua Kepala Divisi KITA Anak Negeri? Tunggu update info dari kita ya! Satu bocoran lagi, sebagai wujud dari hausnya instruktur KITA Anak Negeri untuk belajar dan mengembangkan diri, kolaborasi kali ini juga melibatkan sebuah komunitas dongeng asal Indonesia, yang karya dan nama besarnya sudah mendunia. Tunggu saja!