Saat aku masih menjadi seorang mahasiswa yang mendalami jurusan teknik komputer di Turki, aku sering mendapatkan tawaran untuk tampil Tari Saman dan Rapai Geleng di berbagai kota di Turki bersama rekan-rekan mahasiswa Indonesia yang lain. Tari Saman merupakan tari daerah Aceh yang paling sering diminati bagi para penonton dari luar Indonesia. Namun, karena passion aku yang sebenarnya berada di musik klasik terutama piano, aku iseng searching di YouTube “Musik Klasik Indonesia”. Dan pada waktu itu muncullah video permainan dari pianis Edith Widayani yang memainkan Rapsodia Nusantara No.4 karya Ananda Sukarlan di YouTube. Lalu aku bertanya kepada diriku sendiri yang pada waktu itu hanya sekadar pianis “hobi”: Mampukah aku menjadi pianis pertama yang menampilkan lagu daerah Indonesia yang se-keren Rapsodia Nusantara-nya Ananda Sukarlan di Turki?
Di akhir musim panas 2015, aku pesan buku Rapsodia Nusantara 1-16 dan Alicia’s Piano Book 1-5 untuk dikirim ke alamatku di Turki supaya bisa dipelajari saat les piano dengan guru pertamaku di Turki yang bernama ibu Deniz Aliefendioğlu. Saat buku-buku tersebut sampai di alamatku di Urla, terdapat leaflet Ananda Sukarlan Awards (ASA) 2016 di dalamnya, dan ini menjadi pacuan aku untuk menjadi pianis yang handal dan bisa dikenal oleh banyak orang. Walaupun dengan terbatasnya kemampuan permainanku serta masih sangat minimnya repertoarku, aku tetap bertekad untuk mengikuti kompetisi ASA 2016. Tantangan terbesarku selama aku menetap di Turki adalah disaat aku harus menyeimbangkan waktuku untuk latihan piano dan mengerjakan tugas kuliah yang tidak begitu aku sukai.
Tiba waktunya aku kembali ke tanah air pada awal bulan Juli untuk mengikuti ASA 2016. Sayangnya, satu minggu sebelum kompetisi, aku jatuh sakit karena terjangkit penyakit demam berdarah. Alhasil, selama satu minggu sampai di hari kompetisi aku tidak bisa latihan sama sekali. Akhirnya saat namaku dipanggil untuk tampil, badanku sangat lemas dan tidak bisa berhenti bergetar. 3 karya pendek aku mainkan di babak itu, dan semua karya yang aku mainkan hancur berantakan. Penampilan tersebut sangat buruk bahkan salah satu juri hanya memberikan nilai 50 saja dari nilai maksimum 100. Dan sudah jelaslah bahwa aku harus mencari guru yang jauh lebih profesional kalau mau bisa lebih jago dari para peserta ASA yang lain, apalagi kalau memang niatnya suatu hari mau memperdanakan Rapsodia Nusantara di Turki untuk yang pertama kalinya.
Beberapa bulan kemudian aku kembali ke Turki dengan niat mencari guru baru yang benar-benar bisa membantu aku mempelajari beberapa nomor Rapsodia Nusantara yang aku inginkan serta persiapan untuk ikut ulang ASA di tahun 2018. Tahun baru 2017, aku dikenali oleh salah satu instruktur musik di Konservatorium Dokuz Eylül yang bernama bapak Anıl Altınsoy. Tapi untuk les dengan pak Anıl, aku harus rela pulang pergi selama 3 jam dari tempat tinggalku di Urla ke rumah guruku di kota İzmir. Setelah iseng mencoba beberapa nomor Rapsodia Nusantara, aku sangat tertarik dengan No.8 dan No.12 yang berdasarkan dari lagu daerah O Ina Ni Keke dan Gelang Sipaku Gelang secara berturut-turut. Dan, saat aku mulai les piano dengan pak Anıl, disitulah aku mulai mempelajari teknik dan musikalitas secara detail.
Aku kembali berpartisipasi di kompetisi ASA tahun 2018, walaupun pada waktu itu tidak masuk ke babak berikutnya lagi, perkembangan aku dengan permainan pianoku jauh lebih baik dibanding di tahun 2016. Disaat itulah guruku memberikan tawaran kepadaku untuk tampil menjadi soloist di orkestranya di salah satu gedung konser yang paling bergengsi di kota İzmir. Rencananya pada tahun 2019 aku akan menampilkan Piano Concerto in D major dari Joseph Haydn dan setelah itu aku akan diijinkan untuk memperdanakan Rapsodia Nusantara di Turki untuk yang pertama kalinya pada bagian encore.
Namun pada awal tahun 2019, piano digital yang aku punya di Turki pun tiba-tiba bermasalah dan beberapa tuts mati tidak bisa mengeluarkan suara sama sekali. Karena aku bukan mahasiswa musik dan tidak bisa menemukan tempat latihan yang ada pianonya, aku memutuskan untuk menggambar 88 tuts piano dengan skala 1:1 di atas kertas. Dan selama lebih dari 6 bulan seperti itulah aku latihan piano, bermain di atas tuts piano kertas yang diletakkan di atas meja sambil membayangkan suara not yang keluar dari piano kertasku.
Sayangnya setelah berbulan-bulan lamanya latihan demi konser yang dijanjikan oleh guruku, rencana konser Haydn itu harus dibatalkan karena Konservatorium Dokuz Eylül harus pindahan gedung dengan sebab gedung lama mereka terbukti tidak kuat menahan gempa bumi. Aku sangat kesal setelah mendengar berita itu, karena aku telah menghabiskan waktuku demi hal yang berujung sia-sia. Di saat itu aku menyadari bahwa aku perlu kenal lebih banyak disana orang selain guruku kalau keinginanku untuk bermain Rapsodia Nusantara di Turki mau dicapai.
Setelah berunding dengan guruku, beliau memberikan tawaran lagi kepadaku untuk mengiringi orkestranya bermain soundtrack film dan games di bulan Oktober 2019 dan tampil menjadi soloist di tahun 2020. Tentunya, aku harus membeli piano digital yang baru untuk latihan yang lebih lancar mempersiapkan kedua konser tersebut. Syukurlah konser soundtrack film dan games itu terealisasi secara sukses di gedung İzmir Sanat, dan itu menjadi batu loncatan aku sebagai pianis. Dan seperti yang kita tahu, apa yang terjadi pada tahun 2020 kemarin? Pandemi COVID-19 terjadi. Secara otomatis harapanku untuk memperdanakan Rapsodia Nusantara di Turki sepertinya sudah sirna karena semuanya terpaksa harus karantina di rumah masing-masing demi mengurangi penularan penyakit COVID-19. Pada waktu itu, aku hanya bisa fokus untuk lulus kuliah di musim panas 2020.
Setelah lulus dari kuliah, aku memutuskan untuk tinggal 1 tahun lagi di Turki karena aku masih belum menyerah untuk mewujudkan mimpiku. Lagipula waktu itu pandemi masih belum berakhir dan aku tidak mau repot pulang ke tanah air menjadi seorang pecundang. Lalu pada Desember 2020, aku ditemani oleh kedua teman musik Turki aku dari Instagram yang mengadakan livestream wawancara musik klasik di IG Live di setiap malam hari Minggu. Mereka berdua namanya Can Özükan dan Ayberk Durgut. Suatu hari mereka mewawancarai salah satu pianis Turki legendaris yang sangat aku kagumi, Gülsin Onay. Beliau menyebutkan bahwa Gümüşlük Festival Academy (GFA) akan tetap mengadakan piano masterclass dan konser di masa pandemi.
Mengetahui berita tersebut, tanpa ragu-ragu aku langsung mendaftar piano masterclass GFA di musim panas 2021, karena aku pikir ini adalah kesempatan terakhir aku untuk menampilkan Rapsodia Nusantara di Turki untuk yang pertama kalinya. Piano Masterclass GFA tahun 2021 diselenggarakan pada tanggal 1 – 12 Agustus 2021, pianis yang memberikan masterclass pada tahun itu terdiri dari Gülsin Onay, Pablo Galdo, dan Valerian Shiukashvili. Sebelumnya aku sudah sering bertemu dengan Gülsin Onay saat beliau mengadakan konser di kota İzmir sebelum pandemi terjadi, tapi aku belum pernah mengikuti masterclass dengan beliau sebelumnya. Permohonan aplikasi masterclass aku pun akhirnya diterima di bulan Mei 2021.
Tiba waktunya aku untuk pergi ke Gümüşlük untuk mengikuti piano masterclass selama 2 minggu. Tidaklah mudah untuk pergi kesana, karena tempatnya sangat jauh dari İzmir. Gümüşlük berada di dekat kota Bodrum provinsi Muğla di Turki bagian barat daya. Untuk kesana aku harus pergi menggunakan bus ke terminal Bodrum, lalu menaiki 2 bus lagi setelahnya untuk ke Gümüşlük. Matahari baru terbenam saat aku tiba di Gümüşlük, dan pemandangan di sana sangatlah indah. Pantai Gümüşlük dipenuhi dengan kafe dan bar.
Keesokan harinya aku mengikuti sarapan bersama dan sambil berkenalan dengan para peserta masterclass piano yang lain. Sebagian besar peserta masterclass adalah murid-murid terkenal dari guru piano ternama dan umur mereka jauh lebih muda dari umurku seperti İlyun Bürkev, Can Saraç, Damla Ece Karataş dll. Lalu, di dalam beberapa gazebo juga disediakan piano akustik yang bisa dipakai untuk latihan dan di aula masterclass disediakan piano concert grand yang juga akan dipakai saat masterclass atau kalau ada acara konser.
Masterclass piano pun telah dimulai, dan aku memutuskan untuk belajar Rapsodia Nusantara No.8 dengan Gülsin Onay. Beliau sangat mengagumi karya tersebut, dan menyebut bahwa karya ini sangat unik dari segi teknik maupun musikalitasnya, sehingga menurut beliau karya ini pantas dimainkan saat konser penutupan di hari terakhir masterclass. Namun ceritanya jauh lebih berbeda saat masterclass dengan Pablo Galdo, beliau sangat detail terhadap setiap not balok saat mempelajari karya Chopin dan Scarlatti. Sementara saat masterclass dengan Valerian Shiukashvili, beliau lebih ke out of the box ketika menentukan teknik dan musikalitas di sonata Haydn.
Tidak terasa 12 hari pun telah berlalu dengan begitu saja, dan tiba waktunya untuk semua para peserta masterclass piano untuk tampil di malam harinya. Dan pada waktu itu mereka memutuskan untuk mengadakan konser penutup masterclass di tepi pantai karena banyaknya permintaan dari para peserta maupun dari para penonton. Aku memutuskan untuk bermain 2 karya di konser itu. Karya pertama adalah Unforgettable Memories, yang merupakan komposisi aku sendiri untuk mengenang almarhumah guru piano pertamaku, ibu Hj. Etty Setiahati. Dan karya kedua tentunya Rapsodia Nusantara No.8 oleh Ananda Sukarlan. Aku juga akan memakai baju batik saat tampil, supaya para penonton mengenal dengan pakaian batik.
Tiba waktunya aku untuk tampil, dan suara ombak pantai menemaniku sebelum aku memainkan 2 karya tersebut. Para penonton memberikan tepuk tangan yang sangat meriah setelah untuk pertama kalinya di Turki aku akhirnya memperdanakan Rapsodia Nusantara No.8 yang berakhir dengan glissando dari not yang paling tinggi ke yang paling rendah. Tapi harus aku akui bahwa penampilan aku masih sangat jauh dari sempurna karena saat itu aku agak gerogi saat tampil sebab belum mempunyai guru yang memang bisa memperbaiki teknik dan musikalitas aku lebih dalam lagi. Tentunya, penampilan dari para peserta yang lain juga tidak kalah serunya dan bahkan jauh lebih seru dari penampilanku.
Setelah semua peserta sudah tampil, Gülsin Onay memberikan sertifikat satu per satu ke peserta masterclass. Saat beliau memberikan sertifikat kepadaku, beliau menjelaskan kepada penonton bahwa aku datang dari Indonesia dan baru saja lulus kuliah dari jurusan teknik komputer lalu telah berhasil membawakan karyaku sendiri dan mempersembahkan Rapsodia Nusantara ke penonton Turki. Para penonton pun kaget mendengar fakta tersebut dan mereka serta para peserta masterclass yang lain sangat mengapresiasi usahaku untuk bisa hadir dan tampil di acara tersebut, walaupun permainanku secara kasar masih sangat jauh dari kata sempurna.
Setelah 8 tahun lamanya aku menetap di Turki, akhirnya aku menjadi pianis pertama yang memperdanakan Rapsodia Nusantara di Turki. Memang tidaklah mudah untuk aku untuk mewujudkan ini, karena ada banyak hal yang harus aku korbankan dan perjuangkan. Semoga suatu hari aku akan mempunyai kesempatan untuk kembali ke Turki demi memberikan konser yang bertemakan musik klasik Indonesia. Dan aku ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-temanku di sana yang sudah membantuku dan memberikan motivasi untuk tidak pernah menyerah mengejar mimpiku.
Nur Khaled Aziz, 20 Juni 2023