Perempuan yang satu ini barangkali tidak terlibat banyak dalam proses pengambilan keputusan yang kelak menjadikannya sebagai pianis beraliran klasik. Meski begitu, ia, Abigail Chaya Hasyanita tidak menyesal sedikit pun dengan apa yang dipilihkan takdir untuknya.
Perjalanannya di bidang musik bermula sejak ia berusia enam tahun. Saat itu alat musik yang pertama kali Abigail kecil mainkan adalah piano, yang ujung-ujungnya keterusan sampai detik ini. Menariknya, bidang klasik bukannya sengaja ia pilih, melainkan karena pembelajaran piano tingkat dasar memang mengharuskannya untuk berkecimpung dalam genre ini.
Mahasiswi Universitas Indonesia ini mengaku sangat menghargai lika-liku proses pembelajaran yang dulu ia tempuh. Abigail lebih senang mempelajari musik sebagai sebuah kesatuan yang utuh, tidak hanya dari perspektif piano. Ia suka menghabiskan waktu dengan berkutat memahami teori-teori musik, bukan sebatas duduk di depan piano dan latihan bermain sampai menghasilkan bunyi yang bagus. Baginya, pembelajaran musik mesti lebih dari itu, yakni pembelajaran yang juga mendidik untuk membentuk alur permainan, pembawaan diri, serta model permainan yang sarat interpretasi.
Bermula dari tawaran ibunya untuk mengajar musik, Abigail pun mulai menjamah sektor pendidikan musik secara serius dengan menjadi pengajar piano klasik di Lembaga Pendidikan Musik (LPM) KITA Anak Negeri. Alasannya terbilang cukup terpuji, bukan karena mau cari-cari penghasilan sampingan, uang jajan tambahan, atau pengalaman buat menuh-menuhin Curriculum Vitae, melainkan simply karena ingin berbagi ilmu dengan orang lain.
Visi dan uneg-unegnya sebagai seorang murid pun ia coba realisasikan dengan metode pengajaran khusus, yang menghargai proses, memiliki alur, membentuk pembawaan diri, dan sarat interpretasi. Meski begitu, Abigail tetap menjadikan kurikulum yang berlaku sebagai pedoman yang lebih baku, sambil tentunya dengan juga mempertimbangkan kebutuhan murid yang ia ajarkan.
Hal yang paling ditekankan oleh Abigail dalam proses pembelajaran musik adalah latihan setiap hari yang dilakukan secara tekun. Selain itu ia juga menekankan bahwa dalam bermain musik haruslah enjoy. Walau memang, metode untuk menciptakan rasa enjoy tersebut tidak bisa diajarkan, harus ditemukan sendiri oleh masing-masing individu.
Begitulah kisah Abigail, penuh dengan idealisme dan visi yang ia junjung, tanpa kehilangan rasa pengertian dan fleksibilitasnya dalam menangani murid. Barangsiapa yang ingin berkenalan, ngobrol-ngobrol, dan merasakan pengajaran perempuan yang satu ini, mari segera mendaftar ke LPM KITA Anak Negeri sekarang juga!