Banyak orang yang masih bertanya kalau berkarir di musik klasik itu seperti apa? Apa sih yang dikerjakan? Masih banyak kesalah pahaman menurut Ananda Sukarlan seperti misalnya di instrument piano. Sebagai pianist seringkali melakukan pamer tentang apa yang dimainkan, secepat apa jari-jari bisa memainkan piano, dan banyak juga orang tua yg ingin anaknya bisa memainkan bermacam-macam instrument lebih dari satu. Itu baik, namun kita harus lihat tujuan bermusiknya itu apa? Jika seorang musikus bisa main di berbagai instrument, apakah dengan begitu dia bisa mengadakan sebuah konser dan memainkan berbagai instrument dalam konser tersebut? Jawabannya tidak. Tentu kita harus memiliki spesialisasi di sebuah instrument yang kita mainkan. Harus paham bahwa orang jenius seperti Mozart pun hanya bisa memaikan dua instrument yaitu piano dan biola, meskipun dia mengerti semua instrument secara teknis dan mekanisme nya bagaimana, tapi untuk bisa memaikannya di hadapan umum, Mozart hanya bisa memainkan piano dan biola saja.
Banyak orang berfikir jika sebagai pianist, kita harus bisa menunjukan dan memainkan semua sonatanya Beethoven ataupun Mozart. Mungkin kalau di abad 19, karya mereka adalah sesuatu hal yang sangat luar biasa karena saat itu Beethoven masih baru, jadi semua orang ingin mendengar musiknya ditambah lagi di abad 19 bahkan awal abad 20 itu masih belum ada recording/rekaman, orang harus datang ke konser untuk mendengarkan karya mereka. Musik di abad itu belum terlalu eksis, pada saat itu kita tidak bisa mendengarkan musik dengan mudah. Misalnya, kita ingin mendengarkan karya-karya Beethoven di rumah dan ketika zaman itu sangat mustahil. Berbeda halnya dengan sekarang, kita bisa lebih mudah mendengarkan musik dimana saja dan kapan saja, tidak harus dengan datang ke sebuah konser, kita cukup cek soundcloud, youtube atau media lain untuk mendengarkan musik dari musisi yang ingin kita dengarkan.
Suatu hal yang relefan jika di abad 19, seorang pianist memainkan seluruh karyanya Chopin karena memang banyak yang ingin mendengar karya-karya tersebut. Sebaliknya di jaman sekarang mungkin tanggapan dari penonton akan berbeda membuat mereka berpikir, “Oke sekarang Anda sudah bisa memainkan lagu-lagu yang sama dengan yang saya dengarkan di youtube, so what?” Penonton atau penikmat musik klasik khususnya selalu ingin mendengar sesuatu yang baru yang mereka belum dapatkan sebelumnya dan Ananda sukarlan sebagai pianist Indonesia selalu bilang bahwa pakailah ke-Indonesia-an kita. Kita itu berasal dari negara yang paling kaya di dunia dalam segi budayanya. Kita memiliki lebih dari 700 bahasa, ratusan bahkan mungkin ribuan lagu daerah yang mungkin sampai sekarang belum di dokumentasikan seluruhnya oleh pemerintah. Maka dengan menggunakan ke-Indonesia-an kita itu untuk menembus dunia musik klasik internasional. Akan sangat sulit bagi pianist Indonesia untuk berkarir memainkan karya yang itu-itu saja seperti Mozart, Chopin, Beethoven karena kita harus membuat penonton/penikmat musik klasik khususnya, tertarik untuk datang menonton kita, sebagai seorang pianist baru yang otomatis belum dikenal banyak orang. Menarik penonton untuk datang ke konser kita itu adalah suatu hal yang sangat sulit bahkan untuk pianist yang sudah dikenal namanya dan sudah ada repostasinya pun orang akan lihat dulu apa yang akan dimainkannya.
Sebagai orang Indonesia, saran Ananda Sukarlan adalah kita punya satu hal yang bisa ditawarkan yaitu musik indonesia, yang masih jarang sekali dipagelarkan di dunia barat Eropa maupun Amerika. Alasan Ananda Sukarlan membuat Rapsodia Nusantara itu karena seorang temannya berkata, ’’Kenapa sih Anda memainkan Rhungarian Rhapsody Franz Liszt terus, Rhungarian Rhapsody itu tentang musik Hungaria seperti layaknya setiap komponis selalu terkait dengan musik-musik di negaranya sendiri dan penonton sudah tahu karyanya bahkan mungkin agak bosan ketika mendengarkannya.”
Bagi Ananda Sukarlan, piano itu adalah suatu barang hidup yang masih bisa dieksploitasi dan dieksplorasi dalam cara bermain, dan dengan material musik daerah Indonesia yang bagus-bagus, bagi Ananda Sukarlan sangat indah jika itu bisa jadi bahan untuk eksplorasi musik-musik seperti itu. Ananda Sukarlan membuat karya seri Rapsodia Nusantara bertujuan supaya pianist-pianist Indonesia bisa memiliki bahan untuk bermain di konser-konser mereka dan penonton bisa lebih menghargai bahwa kita dapat menawarkan sesuatu hal yang baru dan bukan hanya sekedar pamer hanya bisa memainkan musiknya Chopin, Ramanonov dan sebagainya.
Waktu Ananda Sukarlan masih muda dan belum pernah berangkat ke luar negeri, dia selalu berpikir bahwa semua yang dari Eropa atau Amerika itu lebih keren. Namun ketika Ananda Sukarlan tinggal di Eropa, dia sadar bahwa orang indonesia dengan budayanya sendiri, mempunyai cara berfikir sendiri, dan akhirnya memiliki musik tersendiri yang kemudian hal itu lebih jauh dihargai oleh dunia internasional dari pada memainkan karya Beethoven yang merupakan budaya barat. Ananda Sukarlan beranggapan jika pianist-pianist Indonesia bisa menampilkan identitasnya yang sangat kuat, identitas budaya yang berbeda-beda, bahwa kita itu memang berbeda, dan memang kita mempunyai keunikan sendiri sehingga lebih dihargai di dunia internasional.