Tulisan blog oleh kepala divisi piano klasik, Ananda Sukarlan.
Jadi ingat kata-kata Gus Dur yang memorable itu: “Gitu aja kok ribut”. Itu yang terjadi setelah saya nge-tweet (eh apa nge-X sih sekarang?) komentar terhadap pemberitaan soal Elsyara Dwi “Elsya”, lagunya “Trauma” (yang sebetulnya saya lumayan suka) dan keputusannya untuk berhenti bermusik karena mau hijrah. Saya diwawancara di sini
Berita itu pun cukup nge-hitz bahkan menjadi berita terpopuler di website alonesia.com tersebut (mungkin masih jadi trending sampai saat anda baca berita ini?), dan kemudian berbagai tweet dan private message masuk, dari memuji, berterimakasih atas pencerahanku, tapi juga nyinyir sampai memaki-maki. Tapi, apa benar sih musik dan agama itu bertolak belakang, bahkan sampai haram?
Saya sudah jelaskan di artikel wawancara di atas soal penyebaran agama Islam di Eropa yang sebetulnya justru lewat musik, oleh sang musikus besar yang lahir di Iraq tahun 789 yaitu Ziryab, jadi saya tidak mau mengulang lagi di tulisan ini ya. Kalau mau baca lagi, tentang riwayat hidup singkatnya juga ya klik saja link di atas. Justru di sini saya ingin bicara hal-hal yang lebih teknis, karena ini kan website sekolah musik KITA Anak Negeri yang kita semua cintai, jadi ngerti dong hal-hal teknis ini.
Kontribusi Ziryab itu sangat penting karena itu menyangkut improvisasi ritme dan modalitas yang repetitif pada saat membawakan nyanyian Arab al-Andalus, sehingga meningkatkan kecanggihan musik dan cara kita mendengar, dan akhirnya mencerdaskan kita. Selain itu Ziryab membawa inovasi penting di bidang instrumentasi. Instrumen “lute” (seperti kecapi) menurut beberapa sumber pada masanya, Ziryab dapat membuat beratnya sepertiga lebih ringan dibandingkan kecapi konvensional. Senarnya terbuat dari sejenis sutra yang tidak dipintal dengan air panas, karena dapat membuatnya lebih lemah. Bass dan senar ketiga terbuat dari usus singa yang baru lahir, dan oleh karena itu suaranya lebih manis, lebih bersih, dan lebih nyaring dibandingkan dengan yang dibuat dari usus hewan lain. Senar yang terbuat dari usus singa lebih kuat, dan lebih tahan terhadap petikan plektrum. Btw …. zaman itu singa tuh banyak ya, ampe bisa bayi-bayinya diambil ususnya? Beberapa abad kemudian sih senar itu menggunakan usus kucing ya. Anyway …. inovasi terpenting oleh Ziryab adalah penambahan senar kelima di lute itu. Itu asal muasal instrumen tersebut menjadi gitar yang bersenar enam yang kemudian ditambahkan jauh setelah era Ziryab. Makanya kalau ditanya, gitar itu asalnya dari mana, ga pernah ada jawaban yang jelas kan? Karena sebetulnya, asalnya dari lute yang memang sudah ada di Spanyol, tapi konsep pengembangannya dari empat sampai akhirnya jadi enam senar itu dibawa dari Iraq, melalui Ziryab. Kerennya, kalau ditanya, jawab aja fusion, gitu deh, antara Spanyol dan dunia Arab.
Seperti yang ditulis oleh sejarawan Martín Moreno: “Ziryab adalah penulis melodi (chant) Arab pertama yang dikenal sebagai moaxaja. Aturan pertama yang ditetapkan untuk urutan (succession) nyanyian saat ini dikenal di Turki sebagai faacel, di dunia timur sebagai ovasla dan di Afrika Utara sebagai nuba” (sorry ini saya terjemahkan aja yah, buat data aja. Biar keliatan intelek gitu loh, ngerti istilah-istilah asing yang susah dihafal hehehe. Padahal kali ngga penting ya).
Musik menjadi sangat penting di Córdoba pada abad ke-9 salah satunya karena Ziryab, yang selain mendirikan konservatori (akademi musik) pertama di dunia, juga mendorong putra-putrinya, yang semuanya musisi, untuk menjadi sumber utama penyebaran musik tersebut. KITA Anak Negeri ada, ya karena mengikuti tradisi Ziryab! Nah, di antara putranya, yang paling menonjol adalah Obaidala yang merupakan penyanyi terbaik, disusul Abderrahman, Qasim, dan Mohammed. Kalau putrinya, yang paling menonjol adalah Alia. Dia sangat diminati sebagai guru vokal, dan dia meneruskan warisan tradisi ayahnya. Namun bukan hanya putra-putrinya yang menjadi penyebar utama musiknya; budak-budak istana juga melakukan hal yang sama, yang paling menonjol adalah Metta dan Masabih, budak-budak raja Abder Rahman II dan sekretaris Omar bin Khalil. Untuk semua itu kita harus menambahkan kualitas hebatnya sebagai seorang pendidik, dan menurut sejarawan Ibnu Hayyan: “Praktek di Spanyol saat itu adalah setiap pemula yang mempelajari teknik vokal memulai dengan membaca karya sastra, puisi atau deklamasi sebagai latihan pertama, disertai dengan jenis perkusi apapun setelahnya, nyanyian sederhana atau nyanyian biasa, mengikuti instruksi untuk diakhiri dengan musik yang lebih hidup ke lagu yang lebih kompleks, seperti hezeches, sesuai dengan metode ajaran yang diperkenalkan oleh Ziryab”. Ini kan kurang lebih sama dengan metode Sariswara-nya Ki Hajar Dewantara? Ga tau apa itu Sariswara? Baca deh https://insee.id/ananda-sukarlan-ekonomi-kreatif-indonesia-apakah-kreatif-dan-ekonomis/ .
Nah, kata-kata atau teks untuk membaca itu banyak juga diambil dari Al Qur’an, yang nilai literasinya sangat tinggi! Dari situlah orang Spanyol mengenal Al Qur’an yang kemudian sangat dikagumi.
Btw nih, Ziryab itu inovator bukan hanya di bidang musik, tapi juga di bidang …. kuliner! Iya, itu tuh model Eropah yang kita selalu makan di restoran dalam three course atau tiga tahap: sup (atau makanan appetizer), menu utama (daging, ikan dll.) dan kemudian dessert atau pencuci mulut berupa buah atau kacang-kacangan itu Ziryab loh yang memulai di Spanyol, dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa dan kemudian seluruh dunia. Itu karena dia menolak semua makanan yang dicampur dalam satu piring, karena makanan di Eropa, beda dengan di dunia Arab, lebih bervariasi. Jadi ini murni idenya, bukan tradisi dari Irak.
Gitu deh ceritanya. Jadi kita harus ingat bahwa musik sangat berpengaruh untuk membantu penyebaran agama di Eropa pada abad ke-9.
Komponis ternama Spanyol, Santiago Lanchares (lahir 1952) telah melakukan studi mendalam tentang musik Ziryab yang kemudian menjadi material di karya Lanchares untuk orkes, Cantos de Ziryab. Ada beberapa link di YouTube kalau anda mau dengar, salah satunya