Yessss, setelah Depok petjahhh oleh Kompetisi Piano Nusantara Plus Oktober lalu, dengan jumlah peserta yang tidak tanggung-tanggung, 65 peserta (baca :
https://kitaanaknegeri.com/depok-petjaahhhh/ ), bulan ini kak Ananda Sukarlan akan kembali ke Depok. Kali ini kak Ananda akan memberikan masterclasses, bukan hanya untuk pianis loh, tapi untuk semua instrumen bahkan vokalis, diutamakan yang memainkan / menyanyikan karya-karyanya. Catat tanggalnya : Minggu 24 November di Aula lantai 3 di KITA Anak Negeri. Masterclass ini terbuka untuk umum, jadi buat kalian yang tidak ikut sebagai peserta aktif, tetap bisa belajar sebagai pendengar, bahkan bisa ikut tanya jawab.
Tapi sebelumnya, kita tanya-tanya kak Ananda dulu yuk! Ada banyak hal yang kita ingin tahu nih. Meluncuuurrr ….
KITA : Kak, bagaimana perkembangan Kompetisi Piano Nusantara Plus setelah Depok?
Ananda Sukarlan (AS) : Dengan berakhirnya penyelenggaraan Kompetisi Piano Nusantara Plus (KPN+) di Palembang dengan luar biasa sukses Sabtu 26 Oktober lalu, maka KPN+ akan jeda di bulan November sebelum kembali diadakan di Jakarta, semi final 7 Desember dan langsung babak final 8 Desember. Palembang telah memecahkan rekor jumlah peserta KPN+ dari semua region, yaitu 119 peserta ! Dari Palembang, kita mendapatkan 26 pemenang yang berarti 26 peserta berhak ikut babak final di Jakarta, 8 Desember nanti.
KITA : Masih ada satu lagi babak penyisihan sebelum babak final itu kan?
AS : Betul! Di babak semi final hari Sabtu, 7 Desember nanti, juga diadakan di Institut Francais d’Indonesie, Jalan M.H. Thamrin, sama seperti babak finalnya.
Di kategori piano usia muda dimulai pukul 10.00, dilanjutkan dengan kategori Tembang Puitik mulai pukul 11.30 sampai sekitar pukul 1 siang. Pendaftaran untuk calon peserta di Jakarta masih terbuka sampai tanggal 5 November. Sedangkan jadwal untuk babak finalnya, 8 Desember, kita harus menunggu hasil dari semi final region Jakarta tanggal 7 Desember itu.
KITA : Apakah KPN+ ada hubungannya dengan kompetisi Ananda Sukarlan Award (ASA) yang kita tahu adalah kompetisi musik klasik paling bergengsi di Indonesia, tahun depan?
AS : Ya ada dong! Para pemenang dari babak final ini akan berkompetisi memperebutkan tempat di Ananda Sukarlan Award pada Juli 2025. Pemenang utama ASA 2025 akan mendapat kesempatan beasiswa kursus musim panas di Eropa tahun 2026. Kompetisi ini telah melahirkan para vokalis klasik paling terkemuka di Indonesia saat ini, seperti Isyana Sarasvati, Mariska Setiawan dan Nikodemus Lukas (dalam dunia pop menggunakan nama Nick Lucas). Juga pianis seperti Dr. Edith Widayani dan Randy Ryan yang keduanya saya ajak menjadi juri di KPN+ tahun ini, ingat kan?
Tapi sementara menunggu ASA Juli 2025, para pemenang ini akan ditampilkan di berbagai konser “Ananda Sukarlan & friends” sejak Desember 2024 sampai Juni 2025.
Jadi ASA 2025 benar-benar untuk semua instrumen, termasuk vokal klasik (tembang puitik). O ya, buku partitur terbaru Tembang Puitik Ananda Sukarlan vol. 9 sudah terbit loh, para peserta ASA juga bisa memilih yang mana saja dari buku ini untuk bahan keikutsertaan ASA 2025. Kemudian untuk piano tingkat paling senior (saya nyebutnya sekarang “kategori profesional”), saya batasi Rapsodia Nusantara mulai no. 19 sampai terakhir saja (no. 41), bocoran nih hehehe ….
KITA : Nah, buku partitur Tembang Puitik volume ke-9 itu isinya berdasarkan puisi siapa saja?
AS : Wah banyak, antara lain Iyut Fitra, Dedy Tri Riyadi, Shantined, Sihar Ramses Simatupang, Muhammad Daffa, D. Zawawi Imron, Khanafi, Idrus Shahab, dan masih banyak lagi.
Beberapa penyair di buku ini baru pertama kalinya puisinya saya buat tembang puitik: Heru Mugiarso (Membaca Ibu), Pulo Lasman Simanjuntak, Effendi Kadarisman. Beberapa langsung lebih dari 1 puisinya menjadi tembang puitik : Joshua Igho, Yudi Damanhuri. Beberapa sudah berkali-kali sejak saya mengenal puisi Indonesia lewat internet di tahun 2000an, seperti Joko Pinurbo, Sosiawan Leak, juga yang baru saya kenal beberapa tahun terakhir Sofyan RH. Zaid dan Hilmi Faiq. Paling banyak saya bikin dari Sapardi Djoko Damono almarhum, sudah puluhan puisinya menjadi tembang puitik. Kalau sudah berkali-kali begini, biasanya saya baca puisi apapun dari beliau langsung bunyi aja musiknya, dan bahasa musiknya — harmoni, kurva melodi dll — sudah seperti tercetak.
Ada satu, tepatnya tiga puisi, di buku terbaru ini dari manuskrip zaman saya kuliah di Royal Conservatory of Music, Den Haag, yaitu tiga puisi Alejandra Pizarnik. Pizarnik adalah satu penyair perempuan paling berpengaruh di Argentina, pemuka generasi tahun 1960-an. Ia lahir di Buenos Aires, Argentina, 29 April 1936 dari keluarga imigran Eropa Timur. Kuliah sastra dan seni rupa di Universitas of Buenos Aires dan belajar melukis kepada Juan Batlle Planas. Tahun 1960 sd 1964 ia menetap di Paris, bekerja di jurnal “Cuardernos” dan beberapa penerbitan, sembari kuliah sejarah agama dan sastra Perancis di Sorbonne. Pizarnik sempat dirawat di Rumah Sakit Jiwa dan bunuh diri dalam pengaruh obat pada 25 September 1972 pada usia 36 tahun di Argentina. Saya sangat kagum dengan Alejandra Pizarnik karena kekuatan bahasanya yang tidak lekang dengan waktu. Tema yang paling kuat darinya adalah tentang tidur, kematian, masa kanak-kanak, teror, malam. Banyak sekali puisinya, jika dibaca, sangat kuat meyakinkan saya bahwa puisi itu ditulis di tengah malam yang sepi, entah kenapa.
Karya-karya di volume 9 ini, bersama dengan semua tembang puitik di volume 5-8 yang telah terbit beberapa tahun lalu dapat dipilih untuk menjadi repertoire di kompetisi Ananda Sukarlan Award 2025, tentunya di kategori Tembang Puitik, bulan Juli 2025 nanti. Untuk tahun depan, seperti biasanya, pemenang kompetisi ini akan mendapatkan beasiswa untuk kursus musim panas (summercourse) di tahun 2026 di Eropa.
KITA : Kenapa kak Ananda tertarik dengan genre Tembang Puitik ini?
AS : Buat saya, menciptakan karya seni, apapun bentuknya itu, adalah mencatat sejarah. Puisi-puisi itu mencerminkan keadaan, kejadian dan suasana saat puisi itu ditulis. Saya sudah tidak bikin musik dari puisi-puisi cinta atau patah hati, itu dulu zaman saya kuliah hahahah ….
KITA : Apakah anda merasa ada perbedaan antara musik anda sekarang dengan dulu? Dari segi style, bahasa musikal atau apapun itu?
AS : Saya rasa saya sekarang lebih cuek terhadap apa pendapat pendengar, bahkan siapa yang akan menyanyikannya. Harmoni, modulasi sama sekali tidak saya modifikasi untuk “enak didengar” bahkan “lebih mudah dinyanyikan”. Bahkan saya push my own boundaries, mencoba-coba apa yang tadinya saya tidak berani lakukan karena tidak lazim lah, tidak pernah dipakai di teknik vokal sebelumnya lah dsb. Di usia saya, saya tidak merasa “takut tidak disukai, takut dibilang aneh dan lainnya” lagi, apa yang saya dengar di kepala dan ingin saya sampaikan, ya saya tulis.