oleh Ananda Sukarlan
Selamat Tahun Baru, Sobat KlasiKITA! Saya mau cerita dikit menjelang pagelaran opera saya nih.
Maklum, saya sudah 30 tahun lebih tinggal di Eropa, sejak saya usia 18 tahun. Memang, waktu kecil saya pernah dengar nama Putu Wijaya, tapi hanya sebatas dengar saja, nggak lebih. Setelah itu, selama masa kuliah saya dan beberapa tahun sesudahnya di Eropa memang belum ada internet, jadi saya akui saya memang agak “putus hubungan” dengan tanah air saya sendiri. Betapa bahagianya ketika mulai di tahun 2000-an ada internet, dan saya mulai browsing-browsing dunia sastra Indonesia dan ketemu nama satu ini : Putu Wijaya. Ada beberapa cerpennya di dunia maya, yang bukannya membuat saya puas tapi malah geregetan, karena ingin membaca lebih banyak lagi. Akhirnya di tahun 2010, ketika saya ke Jakarta, saya sempatkan mampir ke toko bukunya Jose Rizal Manua di sebelah Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki. Dapatlah saya kumpulan-kumpulan cerpen Putu Wijaya, seperti BALI, BLOK dan beberapa yang lain. Dari ratusan yg saya baca, saya tertarik dengan dua cerpen : KAYA dan Laki-Laki Sejati. Bukan hanya karena cara penyampaian serta alur ceritanya yang sangat keren, tapi juga settingnya : dialog yang sangat “jleb” antara 2 tokoh saja. Dua cerpen itu menginspirasi saya untuk membuat opera yang “mini” yang akan sangat cocok ditampilkan di Indonesia yang belum punya gedung opera ini. Kita punyanya gedung-gedung konser buatan para Kedutaan asing, dengan panggung yang space-nya cukup kecil tapi akustiknya sangat memadai, sayang hanya muat untuk sedikit pemain saja.
Jadilah opera komedi saya yang pertama, “Laki-Laki Sejati”. Semua bintang dan konstelasi di angkasa sedang ketemu dengan zodiak saya waktu itu, karena pertunjukan pertama di Erasmus Huis (Pusat Kebudayaan Belanda) itu sukses besar. Dan memang, belum pernah ada “chamber comedy opera” (aslinya dalam bahasa Italia disebut Opera Buffa) seperti itu oleh komponis Indonesia sebelumnya. Opera-opera saya sebelumnya selalu bertema tragis dan galau, serta “berat”. Selain itu, saya mendapatkan 2 penyanyi super keren, mereka pemenang Kompetisi Vokal Nasional “Tembang Puitik Ananda Sukarlan” yang baru saja diadakan Amadeus Performing Arts yang didirikan oleh Patrisna May Widuri di Surabaya untuk pertama kalinya di tahun 2011 : 2 soprano yaitu Evelyn Merrelita (yang jadi peran “ibu”), dan Indah Pristanti (yang jadi peran “gadis”). Sebegitu suksesnya sehingga opera ini diulang lagi di gedung Auditorium Bank Indonesia yang sangat cocok akustiknya serta indah desain interiornya, serta kemudian diboyong ke Surabaya oleh Amadeus di Cak Durasim. Dua show terakhir ini sayangnya Indah Pristanti tidak bisa menyanyikannya karena dia sudah melanjutkan kuliah vokal ke Vienna, jadi perannya digantikan oleh Eriyani Tenga Lunga, juara ke II dari kompetisi tersebut. Beberapa kali opera ini dipagelarkan lagi, dan peran si anak gadis digantikan oleh Mariska Setiawan (peran Ibu tetap diperankan oleh Evelyn Merrelita yang tidak tergantikan!).
Kesuksesan tentu aja enak untuk diulang. Tapi, sebagai seniman saya tidak ingin mengulang hal yang sama. Buat saya, karya baru = ide baru = pengembangan baru. Dan saya banyak belajar dari penulisan Laki-laki Sejati…terutama apa yang bisa diperbaiki di proses kreatifnya. Belajar dari kekurangan, gitu lho maksud saya. Jadilah opera komedi saya yang kedua, lagi-lagi berhutang budi ke cerpen mas Putu, “KAYA”. Karena pertimbangan publisitas, saya mengubah judulnya jadi “MENDADAK KAYA”. Kali ini dimainkan oleh dua penyanyi tenor (lelaki) yang lucu : Pharel Jonathan Silaban yang tampang Batak banget sebagai sang dukun, dan Adi “Didut” Nugroho yang gembul dan tampang Cina banget, sebagai Alung yang mencari pesugihan. Mereka juga para pemenang kompetisi vokal nasional yang sama, tapi dari kategori suara pria. Setelah pertunjukan di Jakarta, Bandung pun memintanya sehingga kami boyong opera itu ke sana. Dan sampai sekarang, 12 tahun kemudian para pecinta musik klasik di Indonesia masih menagih opera ke-3 saya dari cerpennya. Sabar deh yaaaa …. semoga saya diberi umur panjang dan kesehatan untuk membuatnya.
Nah, beberapa tahun terakhir ini Didut fokus menjadi dirigen paduan suara, antara lain ITB Choir dan Paduan Suara Universitas Tarumanegara. Dengan yang terakhir ini, tanggal 6 November tahun 2023 lalu Didut sedang konser dengan mereka, dan tetiba roboh dan meninggal karena serangan jantung. Kami semua sangat kaget dan kehilangan. Waktu itu saya bikin obituari, kalau belum baca, klik saja https://kitaanaknegeri.com/in-memoriam-adi-didut-nugroho/ .
Didut memang sudah beberapa tahun tidak menyanyi lagi karena fokusnya dalam conducting, yang telah membawa beberapa paduan suara itu menang di berbagai kompetisi internasional dan nasional. Tapi ilmu vokalnya telah banyak memajukan dunia vokal di Indonesia. Pertunjukan opera “Mendadak Kaya” yang mengawali tahun 2024 ini memang saya programkan setelah Didut wafat untuk mengenangnya, karena memang karakter Didut sebagai peranakan Cina, gendut dan selalu humoris sangat menginspirasi saya saat menuliskan opera ini 12 tahun yang lalu.
Kebetulan juga mas Putu Wijaya telah dianugerahi Satupena Award yang sangat prestisius, bulan Desember kemarin bersama cendekiawan Muslim, Komaruddin Hidayat. Nah, kelihatannya lagi-lagi semesta berkonspirasi untuk kembali mempagelarkan opera ini. Rotary Club mengajak saya untuk membuat pagelaran. Beberapa minggu kemudian, Maria Agnes Sutiono mendadak wafat, juga kena serangan jantung seperti Didut. Usianya masih sangat muda, 54 tahun. Agnes kebetulan tahun 2023 lalu mendapat gelar “Rotarian of the Year”, bersamaan dengan masuknya saya sebagai “Honorary Member of Rotary Club” dan kami berdua disematkan lencana penghargaan oleh presidennya, Jono Effendy (baca https://www.warnaplus.com/ananda-sukarlan-dianugerahi-honorary-member-dari-rotary-club/ )
. Nah, jadilah pagelaran ini “double tribute”, untuk Didut dan Agnes. Rest in Peace, Maria Agnes Sutiono dan Adi “Didut” Nugroho ….
“Mendadak Kaya” akan dipagelarkan kembali hari Minggu, tanggal 4 Februari 2024 pukul 4 sore di Auditorium LSPR (London School of Public Relations) di Bekasi (Jalan Juanda), dan beberapa siswanya akan ikut sebagai “figuran” di opera ini. William Prasetyo akan berperan menjadi dukun (menggantikan Pharel Silaban di premiere-nya) dan si Alung akan diperankan oleh tenor Nick Lucas (aslinya sih Nikodemus Lukas, baru tahun 2022 dia mengganti namanya dengan “nama artis” hehe …. tapi di google memang jauh lebih banyak entries dengan nama Nikodemus Lukas). Selain itu, para pianis pemenang ASA 2023 akan membuka dengan permainan piano solo, yaitu Victor Clementius Ditra dan pianis 13 tahun Osten Cristo Harianto. Saya pernah menulis tentangnya (bahasa Inggris) di
https://www.indonesiakininews.com/2023/11/the-gen-alpha-of-indonesian-classical.html .
Pendeknya, harusnya sih pemerintah Indonesia bisa menggunakan cerpen-cerpennya mas Putu sebagai aset negara seperti Rusia menggunakan cerpen-cerpen Anton Chekov. Nggak kalah kok kualitasnya, twist-nya, cerdiknya, alurnya, narasinya, bahkan kadang galaunya, semuanya deh. Tapi sayangnya pemerintah sibuk ngurusin yang lain aja sih. Para pejabat masih belum tahu bahwa “image” bangsa itu di mata dunia itu harus dimulai dari kesenian dan kebudayaannya. Kita kan ingat karya Tschaikovsky, Chekov, Bolshoi Ballet kalau berpikir soal Rusia, bukan nama-nama politikusnya, bukan? Atau keadaan ekonominya? Karya mereka itulah yang membuat para turis ingin datang ke Rusia dan mengenal negaranya lebih dekat. Begitu juga bagi para turis untuk mengunjungi Salzburg, kota kelahiran Mozart, atau nonton opera di gedung opera Palermo, dimana scene yang sangat dramatis yaitu anak perempuan Michael Corleone tertembak di film The Godfather. Saya sebagai orang Indonesia yang bangga, akan selalu menaruh nama Putu Wijaya sebagai tokoh pahlawan seni Indonesia.
Saya merasa KEREN bisa mengenalnya bahkan bisa kerjasama dengannya, dan saya maunya Putu Wijaya itu bukan hanya menjadi tokoh sejarah sastra, tapi juga MUSIK Indonesia, karena kontribusinya yang juga besar untuk dunia musik. Beliau membantu mengkokohkan identitas musik sastra Indonesia dalam opera-opera saya, dan untuk itu saya berterimakasih banget! Saya tunggu karya-karya berikutnya, mas Putu!
Silakan kontak manager saya, Chendra Panatan di 0818 891038 ya kalau mau nonton MENDADAK KAYA. Jamin deh hari Minggu itu bakal menyenangkan deh, sebuah konser musik klasik yang santai, santuy dan segar.