Tahukah Sobat KlasiKITA apa yang terjadi saat memutuskan untuk membeli sesuatu lewat e-commerce atau menonton film di layanan streaming? Apakah Sobat KlasiKITA berpikir keputusan yang kita ambil sepenuhnya pilihan kita sendiri? Jawabannya, tidak. Algoritma, yang merupakan bagian penting dari kecerdasan buatan (artificial intelligence), mempengaruhi keputusan kita memilih. Algoritma mengarahkan berdasarkan data histori perilaku kita sebelumnya. Sobat KlasiKITA yang sering menonton Anime pasti akan mendapati pilihan film Anime lebih sering muncul di halaman utama layanan streaming ketimbang jenis film lain.
Bukan cuma itu. Tahukah Sobat KlasiKITA ada mesin yang mampu menulis novel? Generative Pre-trained Transformer 3 (GPT-3) adalah mesin buatan OpenAI (perusahaan yang turut didirikan oleh Elon Musk) yang mampu membuat tulisan dengan tutur bahasa cerdas, kreatif, dan memiliki kedalaman makna. Kabarnya GPT-3 bisa menulis puisi seperti Shakespeare.
Dalam salah satu diskusinya, Kepala Divisi Piano Klasik KITA Anak Negeri, Ananda Sukarlan pernah berujar kecerdasan buatan tidak akan bisa sepenuhnya menggantikan manusia dalam proses karya seni. Ada keunikan manusia yang tidak bisa direplikasi kecerdasan buatan. Coba Sobat KlasiKITA terka, apa ya kira-kira keunikan itu? Yang jelas, keunikan itu membuat manusia bisa mengasosiasikan pengalaman hidupnya sendiri dan (hasil observasi pengalaman hidup) orang lain, lalu mengemasnya dalam sebuah pemikiran, refleksi, hingga karya seni. “Bagaimanapun juga, majunya kecerdasan buatan membuat pelaku seni harus lebih kreatif,” ujar Kak Ananda.
Relasi antara instruktur, siswa, dan orang tua dalam kegiatan belajar mengajar musik adalah hal yang sangat manusiawi. Siswa bisa belajar lewat YouTube atau aplikasi lainnya. Namun, kemanusiawian relasi instruktur – siswa tidak bisa didapatkan lewat YouTube. Satu instruktur piano klasik yang sedang cuti, Kak Mikhael (@mikhaelvanwellman) mengaku kangen bertemu siswa. “Senang bisa ngobrol dan melihat sifat unik dan lucu dari anak-anak. Karakter anak-anak yang eksploratif dan khas tidak bisa ditemui di lingkungan lain,” katanya.
Kak Mikhael rindu kegiatan mengajar itu sendiri yang ia katakan membantu mengembangkan kemampuan bersosialisasi. “Intinya adalah bagaimana kita menyampaikan ilmu agar mudah dicerna oleh orang lain. Kita melatih diri untuk memahami karakter orang lain,” ujarnya. Wah, refleksi Kak Mikhael sungguh sangat apik ya, Sobat KlasiKITA! Kak Mikhael juga merindukan komunikasi antar instruktur yang ia katakan sering memunculkan insight baru dalam berkarya.
Apa yang Kak Mikhael sampaikan memang benar. Relasi instruktur dan siswa sangat mendalam. Karakter instruktur yang tepat bisa mendorong kemajuan siswa. Coba simak cerita orang tua siswa, Nanda Adriyanti (@nadrianti17),”Guru les anak-anak juga menentukan, karena bisa sharing tentang anak, bagaimana perkembangan anak kita selama les,” ujarnya. Bukan cuma itu, ragam event siswa juga menjadi hal istimewa. Coba Sobat KlasiKITA cermati penuturan Alya Ramadhani Putri Hadiyanto (@alya.rph) alumni Divisi Piano Klasik. Remaja berusia 13 tahun itu mengaku sangat rindu akan perasaan yang muncul dalam berbagai event. Sebuah pengalaman yang sangat khas manusia. Tidak tergantikan lewat relasi dengan kecerdasan buatan. “Alya rindu bangeett sama konser, RepClass, ujian, lomba! Terlebih lagi Alya rindu bangeett sama deg-degannya salah not, deg-degan temponya gak sesuai, deg-degan liat penonton dan juri!”