Sobat KlasiKITA, dunia musik klasik mendapat berita baik, tapi juga ada yang sangat menyedihkan dari Amerika Serikat. Kita mulai dari yang kurang baik dulu ya?
Sejumlah partitur karya komponis Austria-Amerika Arnold Schoenberg telah musnah dalam kebakaran Los Angeles yang masih terjadi sampai saat ini sejak minggu lalu.
Partitur tersebut disimpan di perusahaan produksi musik milik keluarganya yang terbakar di kawasan Pacific Palisades minggu lalu.
Direktur American Symphony Orchestra, Leon Botstein, mengatakan bahwa partitur tersebut telah menjadi “sumber referensi yang sangat diperlukan” bagi para musisi yang ingin memainkan karya-karya Arnold Schoenberg..
Putra Schoenberg, Larry, 83, mengatakan lembaran-lembaran itu disimpan di sebuah gedung di belakang rumahnya. Kedua gedung itu hancur dalam kebakaran minggu lalu.
Api juga melalap barang kenangan Schoenberg lainnya juga, termasuk berbagai foto, poster dan surat-surat.
“Bagi perusahaan yang hanya berfokus pada karya Schoenberg, kehilangan ini bukan hanya merupakan kerusakan fisik atas properti, tetapi juga pukulan budaya yang mendalam,” kata Larry dalam sebuah pernyataan.
Ia menggambarkan koleksi itu sebagai “penting” bagi musisi yang bergantung pada “edisi yang dikurasi dengan cermat” dari katalog lama ayahnya.
Arnold Schoenberg lahir dalam keluarga Yahudi di Wina pada tahun 1874. Ia kemudian meraih kesuksesan besar sebagai komposer di Berlin sebelum melarikan diri ke AS pada tahun 1933 untuk menghindari pengejaran dan penganiayaan dari Nazi. Ia wafat di Los Angeles tahun 1951.
Para pianis yang ingin mengikuti Ananda Sukarlan Award 2025 tentu bisa memilih karya-karya Schoenberg sebagai repertoire kompetisi, dan Ananda sudah menyatakan bahwa ia akan sangat bahagia jika ada peserta yang memainkannya, karena Schoenberg adalah salah satu komponis yang penting dalam pembentukan cara berpikir musikal dan teknik komposisinya, walaupun Ananda tidak mengikuti gaya dan bahasa musiknya yang seringkali atonal. Silakan aja cek semua info di anandasukarlancenter.com .
Tapi ada kabar yang cukup menggembirakan, karena ini menyangkut persahabatan budaya Amerika dan Indonesia. Terutama para penggemar puisi-puisi penyair besar Emily Dickinson, kini bisa bangga karena puisi-puisinya yang indah kini lebih dekat lagi dengan pecinta musik dan sastra Indonesia, karena soprano yang baru berusia 15 tahun tapi sudah menunjukkan prestasi dan bakat luar biasa, Shelomita Amory baru saja rilis rekamannya, Three Dickinson Songs, gubahan Ananda Sukarlan. Ini satu gebrakan baru setelah di tahun 2024 soprano yang lahir dan besar di Salatiga ini sukses dengan “Pandemic Poems”.
Kalau “Pandemic Poems” terdiri dari 4 lagu berdasarkan puisi tentang pandemi dari Goenawan Monoharto, Hilmi Faiq, Muhammad Subhan dan Riri Satria yang digubah menjadi tembang puitik oleh Ananda Sukarlan, kini “Three Dickinson Songs” adalah berdasarkan 3 puisi Emily Dickinson yaitu “If I Could Stop One Heart from Breaking”, “This Is My Letter to the World” dan “We Learned The Whole of Love”.
Baik di Pandemic Poems maupun di Dickinson Songs, sang komponis sendiri lah yang mendampingi Shelomita di piano.
Three Dickinson Songs sudah tayang minggu ini. Seperti Pandemic Poems yang telah tayang tahun lalu, berbagai tembang puitik ini dapat didengarkan melalui platform iTunes, Spotify, Youtube Music, Tiktok, Instagram, Facebook, Amazon Music, Pandora, Deezer, iHeartRadio, Napster, Tencent, Snapchat, BOOM, NetEase, gaana, Joox, Peloton, Tiktok, MediaNet, Tidal, YouSee Musik, KKBox dan Music Island.
Nama Shelomita Gasya Amory mulai dikenal para pecinta musik klasik Indonesia setelah ia memenangkan Juara Pertama kategori Tembang Puitik di Ananda Sukarlan Award 2023.
Setelah itu Ananda mengajaknya dalam beberapa konser yang telah memukau publik Jakarta dan diliput oleh harian Kompas. Kompas bahkan membuat satu artikel tentang sosok kelahiran 2009 ini.
Titik ini membawa namanya makin identik dengan musik klasik Indonesia dan tembang puitik menjadi salah satu materi belajar pokok Shelo saat ini seperti yang dicitakan, memperkenalkan musik klasik Indonesia kepada generasi muda dan masyarakat luas baik di Indonesia maupun dunia.
Shelo belajar vokal klasik sejak usia sembilan tahun di bawah bimbingan seorang penyanyi soprano, Eriyani Tenga Lunga, salah seorang pemenang Ananda Sukarlan Award.
Dia juga belajar kepada maestro opera Indonesia, yaitu mezzosoprano Heny Janawati pimpinan Janawati Academy of Performing Arts Bali.
Di awal tahun 2025 ini Shelo hijrah ke Surabaya untuk mendalami seni vocal dan musik dalam bimbingan soprano Evelyn Merrelita dan Patrisna May Widuri. Tahun ini Shelomita Amory akan menjadi tokoh di dua opera Ananda Sukarlan : “Laki-laki Sejati” (dari cerpen Putu Wijaya) dan “I’m Not For Sale” (dari libretto puitik Emi Suy).
Baik “Pandemic Poems” maupun “Three Dickinson Songs” juga bisa jadi repertoire tembang puitik untuk Ananda Sukarlan Award 2025 loh! Ayo, ayo, ikuti jejak Shelomita Amory yang dua tahun lalu jadi juara pertama di ASA!